Sabtu, 14 November 2020

Tidak Ada Anak Cengeng

Aku malu, mengingat masa kecilku yang ini. Aku terlahir sebagai anak bungsu dari 3 bersaudara. Aku akui aku sangat dimanja oleh kedua orang tuaku. Aku mempunyai teman dan sepupu seumuranku yang mempunyai adik. Entah bagaimana, adik-adik dari temanku dan sepupuku ini banyak yang sangat manja, minta diperhatikan bahkan cengeng. Di mataku, adik-adik ini lumayan nakal dan dalam hatiku aku berharap tidak mempunyai adik.

Karena memang dasarnya aku mempunyai sifat agak jail juga, aku senang sekali mengganggu saudara atau adik teman yang lebih kecil dari aku. Kadang-kadang aku kagetin, aku kejar, aku kuncikan dalam kamar, biasanya berakhir dengan tangisan. Sudah berapa saja, anak-anak kecil menjadi korban kejailanku.

Setelah aku SMA, aku tidak senakal itu lagi, namun aku tidak pernah merasa benar-benar senang dengan anak kecil, terutama yang cengeng. Aku lebih suka bermain dengan kucing kesayanganku, yang tidak banyak membuat drama (pikirku saat itu).

Akhirnya naluri keibuanku muncul juga, setelah kakak pertamaku melahirkan keponakanku yang kembar. Mungkin karena anak kakakku, jadi aku merasakan bagaikan anakku sendiri. Barulah saat itu aku jatuh cinta melihat bayi kecil. Setiap hari, aku selalu saja kangen melihat keponakan-keponakan tercinta ini. Kakakku geli melihat kelakuanku, 'akhirnya Tria kena pelet anak kecil juga' kata kakakku.

Beberapa tahun kemudian aku menikah dan kemudian hamil, aku bersyukur dan bahagia tidak terkira. Aku membayangkan mempunyai bayi sendiri yang bisa dipeluk-peluk setiap saat.
Setelah lahir, bayiku tumbuh, aku mulai merasakan bayi sulungku ini termasuk bayi yang mudah sekali menangis dan kadang tantrum (marah mengamuk) tangisnya susah dihentikan. Pernah di ruang dokter, anakku menangis keras seperti berteriak tidak berhenti-henti setelah disuntik imunisasi. Hal ini selalu berulang jika masuk ruang periksa dokter. Begitupun saat anakku balita, bila meminta sesuatu namun tidak kukabulkan, seringkali terjadi amukan dan tangis. Mungkin ada orang-orang yang merasa kesal (seperti aku dulu) karena anakku sering menangis keras dan berisik. 

Allah Maha Kuasa, memberiku anak tantrum mudah menangis, sehingga aku bisa merasakan perasaan ibu-ibu yang anak-anaknya kuganggu dulu. Apa yang menjadi takdir pasti ada hikmahnya. Saat ini aku tidak pernah lagi menghakimi seorang anak itu anak cengeng atau anak nakal. Akupun tidak akan berpikir mengapa anak ini tidak dididik menjadi anak baik.
Bagaimanapun setiap keluarga mempunyai kisah dan takdirnya masing-masing. Aku yakin sekali semua orang tua akan berusaha mendidik yang terbaik buat anaknya. 

Tidak ada komentar: